WEDA SEBAGAI KITAB SUCI AGAMA HINDU
I PENDAHULUAN
1)
Weda sebagai kitab Suci
Weda yang dikatakan sebagai kitab
suci Agama Hindu artinya buku ini dinyakini dan dipedomi oleh umat Hindu
sebagai satu – satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam
kehidupan mereka sehari –hari ataupun untuk melakukan pekerjaan tertentu. Yang
dinyatakan sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan pun
adalah Tuhan yang Maha Suci yang sebagai ajaran suci untuk membimbing dan
tuntunan umatnya kejalan hidup yang suci.
2)
Weda Sebagai Ilmu Pengetahuan
Menurut Svami Dayananda Sarasvati dalam bukunya Rgvedadi
Bhasya Bhumika “Penjelasan dan komentar terhadap Rg.Veda yang ditulisnya dalam
bahasa Hindi menyatakan kata Veda berasal dari empat urat kata atau akar kata
kerja sebagaimana uraian berikut :
1. Vid :
mengetahui (Anadi, et, Parasmaipadam)-Vetti
2. Vid :
menjadi ada (Divadi, Anit)-Vidyate
3. Vid :
membedakan (Rudhadi, Anit)-Vinte
4. Vidi :
mencapai (Tudadi, Set)-Vindati atau Vindate
Namun tidak semua
pengetahuan dapat dikatakan sebagai weda, karena Weda pada dasarnya pengetahuan
yang diturunkan oleh Tuhan kepada umat manusia sebagai wahyunya.
3)
Weda Sebagai Wahyu Tuhan YME
Seperti apa yang diungkapkan dalam saramuccaya 37 dan manawadharmasastra II.10.1 yang pada intinya menyatakan bahwa
“sesungguhnya Sruti adalah Weda dan Smrti adalah Dharmasastra”
4)
Weda Sebagai Mantra
Weda dikenal sebagai mantra,
pengertian ini dapat kita angkat dari satu konsep penjelasan yang menguraikan
bahwa Sruti itu terdiri atas tiga bagian, yaitu :
1.
Mantra yaitu untuk menanamkan semua
kitab suci Hindu yang tergolong Catur Weda, yaitu Rg Weda, Yjurweda, Samaweda, dan Atharwaweda
2.
Brahmana atau Karmakanda yaitu untuk menanamkan semua jenis
yang merupakan suplemen kitab mantra, yang isinya khusus membahas aspek karma
atau yajna
3. Upanisad dan aranyaka atau yang
dikenal dengan nama Jnanakanda, yaitu penanaman semua macam buku Sruti yang
terdiri atas 108 buah kitab Aranyaka dan Upanisad. Isinya khusus membahas aspek
pengetahuan yang bersifat filsafat.
Oleh
karena kitab Upanisad, Bramana maupun
Aranyaka tidak pernah dikatakan kitab
mantra, maka jelas pengertian mantra khusus mencangkup catur Weda saja. Mantra pengertian
lebih sempit dari weda itu sendiri.
1.2
Bahasa Dalam Weda
Bahasa yang digunakan dalam weda
adalah bahasa dewa – dewa atau yang disebut dengan bahasa Daiwi Wak. Weda
dilihat dari segi bahasa digunakan bahasa Sanskerta, namun lebih dikenal dengan
bahasa Daiwi Wak, seperti halnya dalam Dharmasastra, Itihasa, Purana dll.
Bahasa dalam weda dapat diklasifikasikan dengan tiga jeis yaitu :
1) Sankerta
2) Sankerta Klasik
3) Sankerta Campuran
1.3
Cara Weda Diwahyukan
Weda itu tidak diwahyukan kepada
sembarang orang tetapi bagi mereka yang telah tekun mengadakan tapa brata dan
Semadhinya yang telah bertahun – tahun sehingga mereka menjadi peka dan cepat
mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi. Ada tiga cara weda itu diwahyukan
adalah sebagai berikut :
1)
Turunnya wahyu yang bersifat
abstrak, yang dimulai dari suara- suara gema biasa yang lebih diibaratkan
sebagai suara pada AUM atau gemanya lonceng kemudian membentuk pengertian
kepada maha Rsi istilah ini sering disebut dengan Swara Nada.
2)
Wahyu itu masuk kehati para maha Rsi
sehingga tersusun pengertian atau kesan. Pikiran yang telah tersusun kemudian
disampaikan dalam bentuk peringatan – peringatan yang dihadapi oleh manusia.
3) Para maha Rsi secara langsung
melihat kejadian dihadapannya, yang merupakan penglihatan gaib.
1.4
Maha Rsi
Nabi – nabi dalam agama Hindu
disebut dalam bahasa sansekerta sebagai Rsi,
seorang Rsi adalah tokoh pemikir dan
pemimpin Agama Hindu. Dia adalah seorang guru dengan segala sifat – sifatnya
yang istimewa. Dia adalah pemikir, selalu aktif, mengendalikan panca indriya
nafsu, suka bersemadhi, melakukan yoga Samadhi, selalu mendekatkan diri dengan
Tuhan, dia rendah hati dan tahan Uji. Sebagai pemimpin dia selalu memberi
keteduhan dan kesejukan bagi siapa saja yang datang minta pertolongan padanya.
Secara fungsional Rsi dibedakan menjadi tiga yaitu : Dewa Rsi, Brahma Rsi dan
Raja Rsi. Dan lima jenis Rsi menurut kitab Matsya
Purana dan Brahmanda purana yaitu
: Brahma Rsi, Satya Rsi, Dewa Rsi, Sruta Rsi,
dan Raja Rsi. Adapun Sapta Rsi yang merupakan keluarga Maha Rsi yang
paling banyak disebut ialah : Rsi Grtasamada, Rsi Wiswamitra, rsi
Warmadewa, Rsi Atri, Rsi Bharadwaja, Rsi
Wasistha dan Rsi Kanwa
1.5
Weda Dan Kebangkitannya Kembali
Hampir tenggelamnya weda karena pandangan para pemuka –
pemuka Hindu terdahulu yang terlalu mempribadi. Namun karena adanya penelitian
bahasa termasuk penelitian weda yang
dilakukan sarjana barat pada abad XVII yang sebenarnya bertujuan untuk
memperkokoh dan memperluas kekuasaan
imperialismenya. Hal ini terbukti dengan dibukanya jurusan Indologi yang pada
umunya mempelajari tentang struktur budaya Hindu oleh sarjana barat. Namun
kekuatan itu diimbangi dengan adanya gerakan untuk melawan penjajah oleh rakyat
India termasuk juga perjuangan keagamaan. Pembaharuan – pembaharuan pun terus
dilakukan yang mana gerakan ini
dipelopori oleh Brahma Samaj dan Arya Samaj. Tidak hanya itu, tetapi juga dikembangkannya
Indologi itu kepada Negara anak benua untuk menambah wawasan mereka tentang
struktur budaya yang mereka miliki.
Sekitar tahun 1950 penulisan buku – buku yang bersumber dari weda. Dan pada
tahun 1980 penelitian weda boleh dikatakan mencapai puncaknya baik tentang
tulisan dan bahasanya yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan ini. Namun
kita jangan berbangga hati dan berhayal atas kejayaan ini tetapi tetap berjuang
untuk hari esok dan tetap melakukan perbaikan terhadap pandangan – pandanga
yang keliru tentang Weda.
II KODIFIKASI WEDA DAN
PERKEMBANGNNYA
2.1
Upaya Untuk Kodifikasi Perlu
Upaya untuk melakukan kodifikasi
yang diprakarsai oleh Bhagawan Wyasa (Byasa) patut kita hargai dan hormati.
Upaya untuk mengkodifisir mantra-mantra
itu dalam sistematika seperti yang kita
warisi sekarang ini, bukan merupakan usaha satu orang melainkan merupakan satu
kerja team yang sangat baik. Ini dapat berhasil karena pengaruh Bhagawan Byasa
yang cukup disegani dan dihormati oleh para Rsi lainnya.
2.2
Hubungan Guru Dengan Parampara
Mempelajari weda dan mewariskan
ajarannya termasuk sabda yang telah diturunkan, kesemua ini merupakan suatu
proses yang berdiri sendiri dan sangat besar pengaruhnya dalam memelihara
keutuhan Weda baik isi maupun idealismenya.
Peranan seorang rsi yang juga sekaligus berfungsi sebagai guru sangat
menentukan. Disamping itu peranan seorang siswa (murid atau santri) yang
belajar matra itu dari seorang Rsi harus dalam kondisi yang harmonis dan
sempurna. Mereka akan terikat oleh seuatu kode etik dan bersifat sakral melalui
sistem penerimaan dan upacara yang disebut diksa, baik dalam bentuk upanayana
maupun dalam bentuk lainnya. Seorang siswa harus diikat dalam aturan-aturan
serta disiplin moral untuk selalu berkata terus terang dan benar serta jujur.
Dengan demikian seorang siswa atau santri tidak berani berbohong dan apalagi
mempergunakan mantra itu secara keliru. Ini dianggap sebagai suatu kesalahan
besar yang berakibat ia harus menebus dosa dengan kesalahan itu. Sebagai
akibatnya maka dapat dibayangkan bahwa semua sabda sebagai wahyu yang diajarkan
oleh seorang guru kepada para sisyanya benar-benar aman dari korupsi. Sistem
moduling proses transformasi seperti ini dikenal dengan nama sistem guru
parampara.
2.3
Dasar Pengkodifikasian Yang Ditempuh
Kalau kita perhatikan secara seksama
mengenai isi dan samhita yang ada sekarang, tampak adanya metode dan sistim
pengkodifikasiannya telah dilakukannya secara cermat dan terkoordinir dengan
baik. Di dalam kitab Brahmanda Purana, kita mendapatkan keterangan mengenai
cara kodifikasi. Walaupun keterangan yang diberikan mungkin tidak benar
sepenuhnya, namun secara teoritis, teori yang dikemukakan di dalamnya sangat
masuk akal. Secara umum menurut teori reletivitas dikemukakan bahwa Weda untuk
pertama diturunkan pada jaman Krta-yuga. Kemudian selama masa Treta yuga, weda
dipelajari, dan pada jaman dwapara weda mulai mendapat perhatian untuk
dikodifikasi. Penghimpunan weda pada saat penelitiannya didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Penghimpunan Berdasarkan Umur Mantra
Itu Diturunkan
Berdasarkan
umur atau usia mantra-mantra itu dapat dibedakan mana yang paling tua dan mana
mantra-mantra yang turun kemudian. Artinya yang pertama diturunkan Rg. Weda
merupakan data tertua tentang Agama Hindu.
b. Penghimpunan Didasarkan Atas
Pengelompokan Isi Dan Peruntukkannya
Berdasarkan
isi dan peruntukkannya Weda dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Sruti
isinya :
1. Mantra samhita seperti Rg.Weda, Sama
Weda, Yayur Weda dan Atharwa Weda.
2. Kitab Brahmana adalah karma
kanda/tata cara melakukan upacara yadnya
3. Kitab upanisad/Aranyaka adalah jnana
kanda. Upanisad adalah tuntunan hidup berumah
tangga (grhasta), Aranyaka adalah tuntunan bagi seorang samnyasin.
c.
Penghimpuan berdasarkan atas dasar
resensi menurut keluarga Rsi yang menerima atau pengubahnya.
2.
Smerti
III SRUTI
3.1
Pengertian Sruti, Samitha Dan Mantra
Manu dalam kitab Manawadharmasastra mengemukakan bahwa ‘Sruti’ itu sesungguhnya tidak lain
adalah Weda. Menurut arti kata Sruti itu sendiri, kata itu berarti wahyu
atau revelation. Jadi yang dimaksud dengan Sruti
adalah Kitab Wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Samhita adalah himpunan atau
kumpulan. Adapun yang diartikan dengan kumpulan atau himpunan ini tidak lain
adalah pengelompokan isi yang dikumpulkan menurut fungsinya sehingga membentuk
sebuah buku atau lebih. Satu himpunan yang lengkap menurut sistematika
kodifikasi Weda itu terdiri atas tiga naskah utama yaitu MantraSamhita,
Brahmana, dan Aranyaka/Upanisad. Adapun yang dimaksud dengan mantra adalah
semua wahyu yang telah diubah dalam bentuk chanda. Asal mula terbentuknya
mantra bersumber dari sabda atau suara yang dinyatakan sebagai sabda Brahman
(Tuhan Yang Maha Esa). Dinyatakan bahwa mantra itu sendiri adalah Citta-Sakti.
Didalam kitab Wiswa-sara Tantra dinyatakan bahwa para Brahman pada waktu
pewahyuan itu merupakan wujud sabda. Atas dasar itu maka semua mantra intinya
adalah sabda yang merupakan perwujudan daripada Brahman.
3.2 Pembagian Sruti Dalam Samitha
Pada garis
besar selurh sruti dapat kita bagi atau kelompokkan dalam empat samhita yang
dikenal dengan nama Catur Weda Samhita yang meliputi :
1)
Rg.Weda Samhita merupakan kumpulan
mantra yang memuat ajaran-ajaran umum dalam bentuk pujaan (Rc atau Rcas). Arc =
memuja (Arc. Rc ). Kitab ini dikumpulkan dalam berbagai resensi seperti resensi
Sakala, Baskala, Aswalayana, Sankhyayana dan Mandukeya. Dari lima macam resensi
yang masih terpelihara adalah resensi Sakala.
2)
Sama Weda Samhita merupakan kumpulan
mantra yang memuat ajaran umum mengenai lagu-lagu pujaan. Sama Weda terbagi
atas dua bagian yaitu bagian arcika terdiri atas mantra-mantra pujian yang
bersumber dari Rg.Weda dan bagian Uttaracika yaitu himpunan mantra-mantra yang
bersifat tambahan.
3) Yajur Weda Samhita merupakan
kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran umum mengenai pokok-pokok yajus,
(pluralnya : Yajumsi). Jenis weda ini ada dua yaitu :
1.
Yajur Weda Hitam (Krisna Yajur Weda)
yang terdiri dari 4 resensi yaitu Kanthakasamhita, Kapisthalakathasamhita,
Taithiriyasamhita (terdiri atas dua aliran yaitu Apastamba, dan Hiranyakesin),
Maitrayasamhita dan Kalapasamhita.
2.
Yajur Weda Putih (Sukla Yajur Weda)
yang juga disebut Wajasaneyi samhita. Kitab ini terdiri atas dua resensi yaitu
Kanwa dan Madhyandina.
4)
Atharwa Weda Samhita merupakan
kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda
yang disebut Atharwangira. Kitab ini terpelihara dalam dua resensi yaitu Resensi Saunaka dan Resensi Paippalada.
IV SMRTI
4.1 Pengertian Smrti
Smrti adalah merupakan kelompok kitab
kedua sesudah kelompok Sruti (kitab
wahyu) dan dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak memuat
tentang sariat Hindu yang disebut Dharma. Smrti
sebagai Dharmasastra bersifat suplemen atau pelengkap dalam melengkapi
keterangan yang terdapat di dalam kitab Sruti
sehingga antara Sruti dan Smrti itu mesti selaras atau tidak
bertentangan. Mengenai hal diatas, kita dapatkan dua keterangan yang termuat
dalam sastra yaitu sebagai berikut :
Srutistu wedo wijneyo
Dharmasastra tu wai smrti
Terjemahannya
:
Ketehuilah
bahwa sesungguhnya Sruti itu adalah Weda
dan
Dharmasastra adalah Smrti(manawadharmasastra bab II. 10. 1)
srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrti
Terjemahannya
:
Yang
dimaksud dengan Sruti itu sama dengan Weda dan dharmasastra sesungguhnya Smrti
(sarasamuccya 37)
4.2 Berbagai Macam Dharmasastra
Macam Dharmasatra sangat banya dan
penulisannya pun berbagai macam. Dimana salah satu dharmasastra yang paling
lengkap dan yang paling sempurna adalah kitab dharmasastra yang ditulis oleh Manu yang sebagai tokoh Maha Resi dan Brahma Rsi. Istilah manawadharmasastra dikenal sebagai
sastra yang bernama manupadesa yang artinya Bhatara Manu. Upadesa artinya ajaran dan upadesa ini dapat pula diartikan sebagai
Dharmasastra. Kitab Manu itu terdiri
atas 10 Bab dan memuat hampir seluruh pedoman hidup manusia baik secara
individu,, isinya mencangkup sangat luas.
Kitab Yajnawalkyasmrti kitab yang sama
kedudukannya dengan kitab Manu yang ditulis oleh Yajnawalkya. Yang terbagi atas tiga Bab yang membahas masalah Acara, Wyahara dan Prayascitta sebagai tonik utama. Kitab ini mendapat rekomendasi
yang cukup luas, terutama tersebar luas di India yang kemudian menjadi dasar
hukum yang digunakan oleh Mitaksara.
4.3 Kedudukan Smrti Sebagai Hukum Hindu
Smrti dan
Sruti telah dinyatakan sebagai sumber dharma, keduanya – duanya harus diterima
sebagai weda dan sebagi dasar untuk merumuskan dharma. Merumuskan dharma
artinya disini adalah bagaimana keduanya itu dijadikan sebagai penentu suatu
perbuatan itu dharma atau bukan selaras dengan dharma. Apabila keduanya sebagai
sumber dharma sudah barang tentu keduannya ini adalah sumber hukum Hindu. Smrti
sebagai sumber hokum Hindu berarti smrti
dinyatakan sebagai dharmasastra. Dharmasastra sebagai kitab hokum
hindu karena didalmnya memuat banyak
aturan – aturan dasar yang mempunyai fungsi mengatur dan menentukan sangsi bila
perlu.
WEDANGGA
5.1 Pengertian Wedangga
Wedangga
berasal dari kata Angga yang berarti
badan atau batang tubuh. Jadi untuk mempelajari Weda itu harus dirumuskan
sedemikian rupa, ibarat mempelajari tubuh manusia, kita harus mempelajari semua
susunan yang ada dalam manusia itu agar kita mudah memahami apa sebenarnya
manusia itu dan apa makna susunan itu. Dari weda itu perlu kita ketahui akar
kata, kejadiannya, gaya bahasa, persamaan kata, berbagai kata kias, penggunaan
bahasa dalam astronomi, termasuk berbagai macam aspek kajian filsafat yang
terkandung. Wedangga sangat penting dan diperlakukan karena kitab ini secara
tidak langsung berperan berbagai rambu – rambu lalu lintas sebagai pelita dan
sebagai tonggak penuntun dalam memperlajari weda.
5.2 Kedudukan Wedangga Dalam Weda
Kedudukan wedangga amatlah sangat penting dan
sangat kuat sehingga tidak dapat dipisahkan dengan weda kalau kita ibaratkan
seperti bayi dengan ibunya. Karena dengan wedangga akan membantu seseorang
untuk mempermudah memahami dan mempelajari inti hakekat weda.
5.3 Berbagai Macam Wedangga
Menurut cabang
ilmu yang dibahas, Wedangga dapat
dijabarkan menjadi enam kelompok yang disebut dengan sad wedangga. Sad artinya enam, adapun enam kelompok tersebut
adalah sebagai berikut:
1)
Siksa
yaitu ilmu tentang cara membaca dan cara mengeja
2)
Wyakarana yaitu ilmu yang mempelajari tentang tata bahasa
3)
Chanda yaitu
ilmu yang mempelajari irama atau cara untuk melagukan syair Weda
4)
Nirukta
yaitu ilmu tentang kosakata yang digunakan dalam Weda
5)
Jyotisa
yaitu ilmu tentang perbintangan yang digunakan untuk menetukan hari baik dalam
upacara tertentu
6)
Kalpa
yaitu ilmu yang mempelajari tentang pedoman pelaksanaan upacara
GARIS – GARIS BESAR ISI WEDA
Garis – garis besar weda dapat
dikelompokkan menjadi empat bagian utama yaitu :
1)
Kelompok Wijnana yaitu kelompok yang
membahas segala aspek pengetahuan termasuk yang didalamnya berbagai silsilah
penting. Yang paling menonjol dalam aspek wijnana adalah aspek yang memberi
keterangan dasar mengenai pandangan filsafat metafisika (ilmu yang mempelajari
gejala – gejala alam atau benda itu) berdasarkan weda.
2)
Kelompok Karma adalah kelompok yang
membahas segala teori dan infomasi dengan mantar bagaimana dunia ini diciptakan
melalui satu kurban besar atau maha yajna yang dilakukan oleh Maha Purusa.
3)
Kelompok Upasana adalah kelompok
yang membahas segala aspek pengetahuan yang ada kaitannya dengan petunjuk dan
cara melakukan hubungan dengan Tuhan
4)
Kelompok jnana adalah kelompok yang
membahas segala aspek pengetahuan sebagai ilmu murni
6.1 Ajaran Bhaktiyoga
Kata bhakti dalam bhakti yoga berarti penghormatan yang dilakukan dengan penuh sujud,
taat, patuh dan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sang pencipta dan
penguasa. Dimana bhakti itu dapat diwujudkan dengan jalan kasih sayang terhadap
semua mahluk ciptaannya.
6.2 Ajaran Jnanayoga
Jnana yang
artinya pengetahuan atau ilmu, dengan jalan jnana yoga artinya kita mengabdikan
diri atau hidup ini dengan pengamalan ilmu yang kita miliki.
6.3 Ajaran Rajayoga
Istilah raja
yoga adalah merupakan singkatan untuk istilah Rajaguhyayoga, yaitu jalan
pengungkapan rahasia yang paling utama (raja). Jenis ini juga disebut Rajawidya
atau pengetahuan yang paling tinggi. Ukuran yang paling tinggi karena jenis ini
pada intinya merupakan pengungkapan pengetahuan tentang Tuhan.
6.4
Ajaran Wibhutiyoga
Tuhan dengan
sifat – sifatnya yang mulia yang melebihi segala yang ada merupakan ajaran Wibhutiyoga. Dengan ungkapan bahwa Tuhan
merupakan dewa dari semua dewa, yang maha bijaksana, maha mengetahui, maha
adil, maha tinggi, maha kudus, terbaik yang paling baik,tertinggi yang paling
tinggi, dan sebagainya yang merupakan ajaran Wibhutiyoga. Ajaran ini adalah penggambaran lahirriah sebagai hasil
pengamatan bathin itu. Makna utama dalam ajaran wibhutiyoga berdasarkan bhagawangita adalah sebagai jawaban atau
yang memberi jawaban atas pertayaan yang mempersoalkan sifat – sifat Tuhan.
6.5 Ajaran Karmayoga
Karmayoga
adalah ajarannya pada masalah – masalah keduniwian. Walaupun didalannya
termasuk ajaran ritual, namun bentuk ajaran ritual ini dikaitkan pula pada
msalah – masalah dunia. Yang bertujuan untuk memberi dasar spiritual pada
masalah dunia.
BAB VII UPAWEDA
7.1 Pengertian Upaweda
Istilah Upaweda diartikan sebagai weda yang lebih kecil dan merupakan
kelompok kedua setelah Wedangga. Upa yang berarti dekat atau sekitar, dan weda
berarti pengetahuan. Dengan demikian Upaweda berarti sekitar hal – hal yang
bersumber dari weda. Upaweda meyangkut aspek pengkhususan untuk bidang tertentu.
7.2 Kedudukan Upaweda
Upaweda pada
dasarnya dinyatakan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan weda. Tiap buku merupakan pengkhususan
dalam memberikan keterangan yang sangat diperlukan untuk mengetahui dalam weda.
Upaweda berfungsi untuk meningkatkan pengertian dan pendalaman serta memberi
penjelasan tentang berbagai yang terdapat dalam weda. Jadi kedudukannya sama dengan kedudukan wedangga terhadap weda.
7.3
Berbagai Macam Upaweda
Ada empat bagian dari Upweda yang biasa
disebut – sebut adalah sebagai berikut :
1)
Ayurweda
Istilah yajurweda, berarti ilmu yang
menyangkut bagaimana seseorang itu dapat mencapai umur panjang yang berfungsi
untuk dapat mencapai umur panjang atau seratus tahun. Yang termasuk di dalamnya
adalah ilmu pengobatan atau yang menjadi objek bidang kedokteran. Ayurweda juga
berisikan ilmu yang menyangkut aspek jiwa dan jasmani. Adapun bagian dari
ayurweda menurut isi kajiannya, adalah sebagai berikut :
1. Salya yaitu ilmu tentang bedah dan
cara pengobatannya
2. Kayacikitsa yaitu ilmu tentang jenis dan macam obat -
obatan
3. Salakya yaitu ilmu tentang berbagai
macam penyakit pada waktu itu
4. Bhutawidya yaitu ilmu tentang
pengetahuan psiko terapi
5. Kaumarabhrtya yaitu ilmu tentang
pemeliharaan dan pengobatan penyakit anak – anak termasuk pula cara
perawatannya
6. Agadatantra yaitu illmu tentang
pengobatan atau toxikologi
7. Rasayamantra yaitu ilmu tentang
pengetahuan kemujijatan dan cara – cara pengobatan non medis
8. Wajikaranatantra yaitu ilmu tentang
pengertahuan jiwa remaja dan permasalahannya
Adapun pembagian berdasarkan kitab Carakasamitha, adalah
sebagai berikut :
1. Sutrasthana yaitu ilmu tentang pengobatan
2. Nidanasthana yaitu ilmu tentang
macam jenis penyakit yang paling pokok – pokok saja
3. Wimanasthana yaitu ilmu tentang
pathologi, tentang ilmu pengobatan dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh
seorang dokter medis
4. Indriyasthana yaitu ilmu tentang
cara diagnose dan prognosa
5. Sarirasthana yaiutu ilmu tentang
anatomi dan embriologi
6. Cikisasthana yaitu ilmu tentang ilmu
terapi
7. Kalpasthana
8. Siddhi
2)
Gandharwaweda yaitu mengajarkan
tantang tari dan seni suara atau music.
3)
Dhanurweda
Dhanurweda sering diterjemahkan
sebagai ilmu militer atau ilmu penahan. Dhanurweda diajarkan terutama kepada
mereka yang menjadi calon pemimpin. Sebagai ilmu dhanurweda memuat keterangan
tentang traning, mengenai acara penerimaan senjata, acara latihan pemakaian
senjata dan penggunaan senjata. Dan penulis yang dikenal adalah Wiswamitra,
Wiracintamani.
4)
Arthasastra
Arthasastra adalah ilmu tentang
politik atau ilmu tentang pemerintahan. Kauntilya atau Canakya atau Wisnugupta
yang dianggap sebagai Bapak ilmu politik Hindu karena beliau sebagai penulis
pertama Arthasastra. Adapun empat aliran bidang Arthasastra yang disebut
Caturwidya
1.
Anwiksaki adalah ilmu saling
ketergantungan
2.
Wedatrayi atau Trayi juga merupakan
ilmu saling ketergantungan
3.
Wartta adalah ilmu tentang
kesejahteraan
4.
Dandaniti adalah ilmu pengetahuan
yang lebih menekankan pada sendi – sendi hukum atau pemerintahan yang mengatur
kehidupan manusia.
VIII ITIHASA
8.1 Pengertian
Itihasa
Kata itihasa
berasal dari tiga kata yaitu iti – ha – asa yang artinya sesungguhnya kejadian
itu begitulah nyata. Itihasa adalah nama sejenis karya sastra agama Hindu.
Itihasa adalah sebuah epos yang menceritakan tentang sejarah perkembangan raja
– raja dan kerajaan hindu di masa silam. Itihasa dianggap dasar yang paling
penting untuk dapat memahami ajaran weda. Ceritanya penuh dengan fantasi,
kewiraan yang dibumbui dengan mitologi sehingga memiliki sifat kekhasan sebagai
sastran spiritual. Di dalamnya terdapat berbagai dialog tentang social politik,
tentang filsafat dan teori kepemimpinan yang diikuti sebagai pola – pola raja
hindu.
8.2 Jenis – Jenis Kitab Itihasa
Menurut
sifatnya, maka seluruh yang tergolong Itihasa hanya tiga macam yaitu :
1)
Ramayana
2)
Mahabrata
3)
Purana
Secara
tradisional jenis yang tergolong Itihasa hanya dua macam yaitu :
1)
Ramayana
2)
Mahabrata
8.3 Ramayana
Kitab Ramayana
merupakan hasil karya terbesar Maha Rsi Walmiki. Menurut hasil penelitian
Ramayana tersusun atas 24000 stanza yang dibagi – bagi atas tujuh bagian yang
disebut kanda yang terjadi pada jaman
Tretayuga. Ramayana adalah sebuah
epos yang menceritakan tentang riwayat perjalanan Bhatara Rama yang dianggap sebagai penjelmaan dari dewa visnu
sebagai awatara sebagai penegakkan dharma. Adapun ketujuh kanda yang dimaksud
diatas adalah sebagai berikut :
1)
Balakanda = menceritakan tentang
masa kanak – kanak Rama
2)
Ayodyakanda = menceritakan tentang
penobatan Rama akan menjadi raja
3)
Araniakakanda = menceritakan tentang
kehidupan Rama di hutan dengan Lakmana dan dewi Sita
4)
Kiskindakanda = menceritakan tentang
perang Subali dengan Sugriwa
5)
Sundarakanda = menceritakan tentang
keindahan alam dalam perjalanan Rama mencari Dewi Sita
6)
Yudhakanda = menceritakan tentang
perang Rama dengan Rahwana
7)
Uttarakanda = menceritakan
kembalinya rama ke Ayodya dan proses penyelenggaraan upacara Asuameda
8.4 Mahabrata
Mahabrata
adalah bagian Itihasa yang usianya lebih muda dari Ramayana, yang disusun oleh
Bhagawan Walmiki. Mahabrata adalah kitab terbesar yang dimiliki oleh Hindu baik
dilihat dari segi isi dan ukurannya. Mahabrata memiliki k.1 100.000 buah dan
bagian 18 parwa. Bagian yang terbesar adalah Parwa yang ke- 12 memiliki 14.000
stanza. Sedangkan yang terkecil parwa 17
memiliki 312 stanza. Mahabrta terjadi pada permulaan jaman kaliyuga berkisar 3101 SM menurut Prof. Dr. Pargiter. Adapun ke- 18
parwa itu adalah adi parwa, sabha parwa, wana parwa, wirata parwa, udyoga
parwa, drone parwa, karna parwa, salya parwa, sauptiak parwa, sentry parwa, santi
parwa, anusasana parwa, asuamedika parwa, asramawasika parwa, mausala parwa,
maha parasthanika parwa dan swarga rohana parwa.
IX PURANA
9.1 Pengertian Purana
Kata purana
berarti tua atau kuno. Kata ini dimaksudkan sebagai nama jenis buku yang
berisikan tentang cerita- cerita dan keterangan mengenai tradisi yang berlaku
pada jaman dahulu kala. Berdasarkan bentuk dan isinya, purana adalah sebuah
Itihasa karena di dalamnya memuat catatan - catatan tentang berbagai kejadian
yang bersifat sejarah. Tetapi dilihat dari kedudukannya, Purana merupakan jenis
kitab Upaweda yang berdiri sendiri, yang sejajar dengan Itihasa. Purana adalah kitab yang memuat berbagai
macam tradisi atau kebiasaan yang menjadi keterangan – keterangan lainnya, baik
itu tradisi atau kebiasaan baik itu
tradisi local, tradisi keluarga, tradisi suku bangsa, gotra, dan prawara serta
cerita tentang metologi.
9.2 Pokok – Pokok Isi Purana
Pada garis
besarnya, hampir semua Purana memuat cerita – cerita tentang kebiasaan
tradisional yang dapat dikelompokkan
dalam lima hal yaitu :
1)
tentang kosmologi atau mengenai
tentang penciptaan alam semesta
2)
tentang hari kiamat atau pralaya
3)
tentang silsilah raja – raja atau
dinasti Hindu yang terkenal
4)
tentang masa manu atau jangka
pergantian masa manu ke masa manu berikutnya(manwantara)
5)
tentang sejarah perkembangan dinasti
Surya atau Suryawangsa dan Chandarawangsa
kelima hal ini dirumuskan di dalam kitab Wisnu Purana
III.6.24, yang menegaskan sebagai berikut:
sargaca pratisargaca wamso
manwantarani ca,
sarweswetesu kathyante
wamsanucaritam ca yat
9.3 Pembagian Jenis Purana
Pembagian
kitab purana berdasarkan isinya yang dalam pembagiannya menunjukakan adanya
aliran – aliran atau sekte dari Tri Murti dan
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1)
kelompok Satwika adalah kelompok
Purana yang mengutamakan Wisnu sebagai Dewatannya atau dewa tertingi juga
diceritakan penjelmaan dewa Wisnu sebagai awatara. Kelompok ini dapat dijabarkan
menjadi enam buah buku yaitu : wisnu purana, narada purana, bhagawata purana,
garuda purana, padma purana, dan waraha purana.
2)
Kelompok rajasika (rajasa) purana
adalah kelompok kedua yang mengutamakan Dewa Brahma sebagai Dewatanya. Adapun enam
buah kitab dalam kelompok ini yaitu : brahmanda purana, brahmawaiwasta purana,
bhawisya purana, markandeya purana (merupakan bukti bahwa di bali pernah
terkenal madzad waisnawa dan bhagawata), wamana purana, dan brahma purana.
Terdapat juga wisnu dalam penjelasan wamana purana dalam penjelmaan wisnu
sebagai manusia cebol.
3)
Kelompok tamasika (tamasa) purana
adalah kelompok yang ketiga dan terdiri atas enam kitab juga yaitu : matsya
purana, kurma purana, lingga purana, siwa purana, skanda purana, dan agni
purana. Disini juga terdap penjelasan tentang penjelmaan dewa wisnu sebagai
awatara dalam kurma purana.
9.4 Kitab Upapurana
Kitab upa
purana merupakan jenis kitab yang terkecil dan merupakan kitab sebagai
suplementer. Upa purana ini ditulis oleh Bhagawan Wyasa yang isinya sangat
singkat dan pendek. Dengan ada beberapa penemuan tentang awig –awig yang
berlaku dibesakih baik dalam bentuk prasasti atau catatan – catatan dalam
lontar yang kesemuannya itu dapat dikategorikan dalam upa purana. Upa purana
ini banyak memberikan informasi dan manfaat kepada kita mengenai ajaran keagamaan
dan acara. Adapun nama – nama yang tercatat dalam upa purana sanatpurana,
narasimha, brhannaradiya, siswarahasiya, durwasa, kapila, wamana, bhargawa,
waruna, kalika, samba,nandi, surya, parasasra, wasistha, dewi bhagawata, ganesa
dan hamsa.
Sumber : Titib,
I Made.2011.Bahan Ajar Veda.Denpasar:Paramita
Surabaya