MAKNA
OM SWASTYASTU
OM
Swastyastu,
Ya
Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan perlindungan
Hampir setiap agama
memiliki slogan-slogan seperti itu (slogan di atas), tapi bagi agama Hindu
tidak sekedar slogan namun juga sekaligu sebagai doa. OM” artinya Tuhan, “SU” artinya baik, “ASTI”
artinya ada dan “ASTU” artinya semoga, jadi keseluruhannya berarti SEMOGA
SELAMAT ATAS RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Dengan demikian maka pada setiap
kegiatan telah dilaksanakan saling doa mendoakan satu sama lain.
Jika ditelusuri lebih lanjut, Kata Swastiastu sangat erat
kaitnnya dengan simbol suci Agama Hindu yaitu SWASTIKA. Swastika merupakan
dasar kekuatan dan kesejahteraan Buana Agung (Makrokosmos) dan Buana Alit
(Mikrokosmos). Bentuk Swastika ini dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan
galaksi atau kumpulan bintang-bintang di cakrawala yang merupakan dasar
kekuatan dari perputaran alam ini. Keadaan alam ini sudah diketahui oleh nenek
moyang kita sejak dahulu kala dan lambang Swastika ini telah ada beribu-ribu
tahun sebelum Masehi. Dengan mengucapkan panganjali Om Swastiastu itu,
sebenarnya kita sudah memohon perlindungan kepada Sang Hyang Widhi yang
menguasai seluruh alam semesta ini. Dan dari bentuk Swastika itu timbullah
bentuk Padma (teratai) yang berdaun bunga delapan (asta dala) yang kita pakai
dasar keharmonisan alam, kesucian dan kedamaian abadi.
Pengertian Swastiastu dalam beberapa kamus :
Pengertian Swastiastu dalam beberapa kamus :
- Kamus Bahasa Bali Kata “Swastyastu” berasal dari kata suasti, yang berarti selamat, menjadi suastiastu yang berarti semoga selamat.
- Kamus Kawi-Bali “Swastyastu berasal dari kata swasti yang berarti raharja, rahayu, bagia, dan rahajeng. Astu yang berarti dumadak, patut, sujati, sinah. Kata astu berkembang menjadi “Astungkara” yang berarti puji, alem dan sembah. Sehingga “swastyastu” berarti semoga selamat, semoga berbahagia
- Kamus Jawa Kuna-Indonesia “Swasti” berarti kesejahteraan, nasib baik, sukses; hidup, semoga terjadilah (istilah salam pembukaan khususnya pada awal surat atau dalam penerimaan dengan baik). Sedangkan “astu” memiliki 2 arti yaitu: 1. Semoga terjadi, terjadilah…. (seringkali pada awal sesuatu kutuk, makian, berkah, ramalan), pasti akan….. 2. Nyata-nyata, sungguh-sungguh (campuran dengan “wastu”?). Kata "astu" berkembang menjadi “astungkara” yang berarti berkata “astu”, mengakui, mengiyakan dengan segan, perkataan “astu”. Dari pengertian tersebut kata “swastyastu” berarti semoga terjadilah nasib baik, sungguh sejahtera.
- Kamus Sanskerta-Indonesia “Svasti” berarti hujan batu es, salam, selamat berpisah, selamat tinggal. Berkembang menjadi “svastika”, “svastimukha”, “svastivacya”. Kata svastika berarti tanda sasaran gaib, tidak mendapat halangan, pertemuan empat jalan, lambang agama Hindu. Svastimukha berarti yang belakang, terakhir, penyanyi, penyair. Svastivacya berarti salam ucapan selamat. Kata “astu” berarti sungguh, memuji. Dari pengertian kedua kata tersebut dapat disimpukan “svastiastu” berarti menyatakan selamat berpisah.
Dari
beberapa pengertian kata dalam kamus-kamus tersebut, dapat ditarik sebuah
benang merah yang saling terkait satu sama lainnya yaitu:
- pengertian “Swastyastu” dalam kamus Bahasa Bali, Kawi Bali dan Jawa Kuna memiliki pengertian yang hampir sama, yaitu berarti semoga selamat, semoga bahagia, semoga sejahtera. Sedangkan dalam kamus Sanskerta berarti pernyataan selamat berpisah, selamat tinggal
- kata “astu” sebagai penutup hanya mempertegas kata “svasti” yang memang memiliki arti semoga, selamat berpisah, selamat jalan.
Pada dasarnya pengertian “swastyastu” pada keempat kamus itu adalah sama, saling melengkapi
satu sama lainnya, yaitu Ya Tuhan
semoga kami selamat, selamat tinggal dan semoga sejahtera (Semoga
sejahtera dalam lindungan Hyang Widhi), tidak ada manusia yang hidup di dunia
ini tidak mendambakan keselamatan atau kerahayuan di bumi ini. Selamat tinggal
disini maksudnya adalah selamat tinggal pada hal-hal sebelumnya yang telah
dialami atau dilalui dan semoga selamat dan sejahtera pada apa yang akan
dialami atau dilalui pada kehidupan sekarang. Dalam hidup tidak bisa dipisahkan
dari tiga waktu yaitu: atita, nagata, dan wartamana (dahulu, sekarang, dan yang
akan datang).
Dalam
penggunaannya pada kehidupan sehari-hari kata “swastyastu” diawali dengan kata
“Om” sebagai ucapan aksara suci
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sehingga menjadi “Om Swastyastu”. Kata ini biasa atau lumrah digunakan sebagai salam
pembuka (selain swastiprapta, yang berarti selamat datang) kemudian diakhiri
dengan “Om Santih, Santih, Santih
Om” yang berarti semoga damai di hati, damai di dunia, dan damai di
akhirat (selain swastimukha yang berarti salam penutup yang belakang)
Proses kegiatan yang ada dalam agama Hindu
adalah berdasarkan Kitab Suci Weda (Sastra Weda), yang mana didalamnya
terkandung berbagai cabang Weda sesuai dengan fungsi dan tujuannya, baik yang
kelihatannya bersifat material dan juga yang lebih tinggi yang bersifat rohani
secara langsung. Namun demikian tujuan dari Weda itu adalah memberikan sarana
kepada seluruh umat manusia agar mengerti tentang Tuhan, yang mana Tuhan, siapa
diri kita dan bisa berbuat untuk memuaskan Tuhan. Karenanyalah untuk bisa
mengerti tentang Weda dan tujuannya, Tuhan menurunkan orang-orang sucinya dalam
suatu garis perguruan yang disebut sampradaya, seperti sloka dalam
Padma Purana berikut :
sampradaya
vihina ye mantras te nisphala matah
atah
kalau bhavisyanti catvarah sampradayinah
sri,
brahma, rudra, sankara vaisnawah ksiti-pavanah
catvaras
te kalau bhavya hy utkale purusottama
(Padma
Purana)
Terjemahannya :
“Mantra
dalam sloka apapun yang diterima tidak melalui silsilah Guru Kerohanian yang
sah dan suci, maka hal itu adalah sia-sia belaka, oleh karena itu, empat
pribadi yang maha mulia akan muncul untuk melanjutkan kembali garis perguruan
yang hampir putus tersebut, pendiri sampradaya itu adalah Sri Mahalaksmi,
Brahma, Rudra, Sanaka Maharsi, itulah yang akan menyelamatkan dunia. Para
Acarya yang suci akan menghadirkan mereka di kota suci Purusottama. “
Jadi turunnya ajaran
Weda adalah melalui jalur dari sampradaya ini dan tidak satupun ajaran Hindu
yang lepas dari sampradaya-sampradaya ini, walaupun ada pengembangan
selanjutnya, sehingga terbentuk atau tergabung dengan budaya lokal. Ke-semua
sampradaya ini adalah garis perguruan Weda yang dikehendaki oleh Tuhan,
karenanya Tuhan mengutus roh-roh yang agung yang merupakan teman intim dari
Tuhan, seperti nama-nama yang dijelaskan di atas itu. Sehingga di dalam Hindu
ada berbagai jenis garis perguruan yang disebut sampradaya yang merupakan
kekayaan bagi Hindu itu sendiri yang dari jaman lampau semua sampradaya ini
adalah rukun satu sama yang lain dan saling menghormati. Kitab Suci Weda adalah
milik dari semua sampradaya itu. Inilah kelebihan daripada Hindu sehingga Hindu
selalu menebar kesejahteraan dan kedamaian bagi setiap makhluk hidup. Satu
contoh dimana umat Hindu selalu mengucapkan “Om Swastyastu”. Kata “Om
Swastyastu” secara indah telah tertulis dalam Kitab Suci Weda bagian Bhagavata
Purana, oleh Rsi Vyasa Deva yang adalah murid langsung Deva Rsi Narada. Deva
Rsi Narada murid dan putra dari Dewa Brahma. Dewa Brahma menerima langsung
ajaran dari kepribadian Tuhan. Demikianlah Srila Vyasa Deva yang begitu
kaliber, bukan manusia biasa tapi beliau adalah seorang mahajana dan saktyavesa
avatara, telah mencantumkan swastyastu dalam sloka berikut :
svasty
astu visvasya khalah prasidatam
dhyayantu
bhutani sivam mitho dhiya
manas
ca bhadram bhajatad adhoksaje
avesyatam
vo matir apy ahaituki
Terjemahannya :
“Semoga
ada keberuntungan yang baik di seluruh alam semesta dan semoga semua
orang-orang yang iri dipuaskan. Semoga semua makhluk hidup menjadi tenang
dengan mempraktekkan bhakti yoga, karena dengan melaksanakan bhakti, mereka
akan berpikir tentang kesejahteraan masing-masing yang lain. Dengan demikian
marilah kita semua sibuk didalam pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Tinggi, Sri
Krishna dan senantiasa tetap khusuk berpikir tentang Beliau. “ (Bhagavata
Purana, skanda 5 Bab 18 ayat 9).
(Adhoksaje
adalah nama lain dari Sri Krishna).
Dari sloka ini, betapa
agungnya dan mulianya Vyasa Deva. Demikian juga betapa agung dan mulianya
kualifikasi yang akan dimiliki oleh umat Hindu ketika memberikan salam “Om
Swastyastu”, karena kata-kata itu adalah berkat dan hadiah dari Srila Vyasa
Deva yang telah menurunkan Kitab Suci Bhagavata Purana. Di dalam Bhagavata
Purana ini dijelaskan semua sejarah kegiatan Tuhan yang ada di alam semesta
ini. Dengan cara memberikan pelajaran melalui wacana dan contoh-contoh kegiatan
daripada Tuhan, penyembah-penyembah Tuhan yang agung dan juga makhluk hidup
yang menentang Tuhan.
Jadi Bhagavata Purana
adalah salah satu kunci yang utama Kitab Suci Weda. Seperti sloka berikut
menjelaskan :
artho
yam brahma-sutranam bharatartha-vinirnayah
gayatri-bhasya-rupo
sav vedartha-paribrmhitah
Terjemahannya :
“Makna
dari Vedanta Sutra disajikan dalam Bhagavata Purana, penjelasan yang penuh
tentang Mahabharata juga ada, penjelasan tentang brahma gayatri juga ada, dan
merupakan ekspansi sepenuhnya, dari semua pengetahuan Weda. “ ( Garuda Purana,
dikutip dari Cc. M. 25.143 )
sarva-vedanta-saram
iti srimad-bhagavatam isyate
tad-rasamrta-trptasya
nanyatra syad ratih kvacit
Terjemahannya :
Jadi
Bhagavata Purana adalah hadiah tiada taranya bagi umat Hindu, dan penulisnya
Srila Vyasa Deva adalah kepribadian yang tiada tandingannya di masa kini maupun
masa lampau dan masa yang akan datang, yang merupakan rekan Tuhan yang sangat
intim, yang turun sebagai jivan mukta, dan saktyavesa avatara dari kerajaan
Tuhan yang bernama Vaikuntha. Sejarah rohani Hindu ( itihasa ) khususnya
Mahabharata dan Ramayana adalah darah dari munculnya budaya Hindu di berbagai
belahan dunia di luar India, khususnya nusantara. Sejarah rohani Hindu
Mahabharata ini, ditulis oleh Rsi Vyasa Deva agar di kemudian hari umat Hindu
tahu bahwa agamanya adalah sejarah bukan cerita semata. Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa Sri Krishna, telah merencanakan semua itu, sehingga ada Mahabharata.
Tuhan ada di tengah-tengah Mahabharata, menyabdakan Bhagavad Gita. Betapa
agungnya Mahabharata karena sentuhan tangan kasih Tuhan dan para penyembah
Tuhan yang agung. Bahkan tidak bisa disamakan dengan para dewa. Bahkan Dewa Rsi
Narada bersabda kepada Yudhistira: “Betapa beruntungnya kalian, wahai Para
Pandawa bahkan lebih beruntung dari para dewa di surga, karena Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna, senantiasa mendampingimu“. Seluruh dunia
memuji keagungan dan merindukan Mahabharata, karena Tuhan Sri Krishna yang amat
menarik hadir di sana. Selain itu Hindu terkenal karena Mahabharata dan setiap
tempat tirtha yatra yang utama selalu berhubungan dengan Mahabharata.
Budaya Hindu yang di
nusantara tumbuh dan berkembang karena diawali oleh siraman dari Mahabharata.
Garuda adalah tunggangan dari Sri Krishna sendiri, menjadi lambang dari Negara
Indonesia. Namun demikian tolong dimengerti, tidak semua sejarah bisa dianggap
itihasa seperti Mahabharata. Karena itihasa adalah sejarah kegiatan rohani dari
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan para penyembahnya yang agung, karenanya
mari kita bersama-sama memperdalam ajaran Hindu agar tujuan sebagai umat Hindu
dapat tercapai seperti tujuan agama Hindu, moksartham jagadhita ya ca iti
dharma. Banyak sejarah India dari masa kolonial sampai saat ini tidak bisa
disebut sebagai itihasa. Oleh sebab itu maaf, tidak semua sejarah bisa disebut
itihasa. Bagi mereka yang tidak bisa menerima itihasa sebagai Kitab Suci, itu
terserah kepada masing-masing individu. Setiap orang membawa karma
masing-masing dan kita harus mempertanggung jawabkan diri kita dari kelahiran
demi kelahiran. Yang pasti kita menjadi umat Hindu yang paling beruntung.
Lebih daripada itu
keberuntungan bagi umat Hindu adalah juga persyaratan bagi sebyah agama di
Indonesia di penuhi. Salah satunya adalah memiliki Nabhi maka tepat sekali
pendahulu kita, memilih Srila Vyasadeva sebagai Nabhi Hindu karena memang
beliaulah Maha Rsi di jaman Kaliyuga ini.Srila Vyasadeva turun sebagai
Satyavesa Avatara yang khusus di utus dan diberikan sakti untuk mengumpulkan,
menulis serta menjabarkan Kitab Suci Weda yang demikian rumit.Tanpa kehadiran
beliau Kitab Suci Weda hanya merupakan sebuah cerita-cerita dari mulut ke mulut
yang tidak bisa kita tunjukan sebagai sebuah persyaratan dari Agama.
Beliau bernama Krsna
Dvaipayana , yang dapat menduduki posisi sebagai Vyasa artinya yang berhak
sebagai otoritas utama dari Weda . Sehingga dari jaman yang lampau hari
kelahiran beliau di peringati dan di rayakan dengan nama Guru Purnima,umat
hindu di seluruh dunia merayakan sebagai wujud Rsi Yadnya yang paling
utama,seperti Maulud Nabhi bagi Agama Islam.Untuk menduduki posisi Vyasa adalah
bukan manusia biasa tetapi beliau yang turun dari dunia rohani yang merupakan
utusan Tuhan untuk turun ke bumi ini.
Marilah kita
bersatu-padu bergandengan tangan saling menghormati satu dengan yang lain. Kita
memiliki PHDI sebagai lembaga dimana kita bisa berkumpul dan menyatakan diri
sebagai umat Hindu, kita mesti junjung tinggi dan kita tempatkan sebagai
lembaga yang terhormat. Mari setiap hari kita berperang melawan musuh-musuh
yang ada dalam hati kita berupa: nafsu, kemarahan, kebingungan, kelobaan,
kemabukan dan iri hati. Agar kesejahteraan lahir bathin selalu tercipta, bukan
saja dikalangan umat Hindu, tapi di seluruh umat manusia. Semoga kami dan
seluruh umat Hindu menjadi teladan bagi seluruh umat manusia di bumi ini,
sehingga seluruh umat manusia tanpa terkecuali, demikian pula binatang dan
tumbuh-tumbuhan merasakan damai, sejahtera dan aman dalam kasih Tuhan. Umat
Hindu yang paling beruntung adalah dia yamg telah menebar kasih yang
mengakibatkan rasa damai, sejahtera dan aman bagi seluruh umat manusia tanpa
terkecuali, termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Tat Astu.
OM
Shanti Shanti Shanti OM
Ya
Tuhan, semoga Damai di Hati, Damai di Dunia, Damai untuk selamanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar