Puja Tri Sandhya (Sumber Teks,
Terjemahan dan Pemahamannya)
Puja Tri Sandhya (Pengertian dan
Sikap Tri Sandhya)
1. Sumber Teks, Terjemahan dan
Pemahamannya.
Ada beberapa saudara kita yang belum tau, menanyakan sumber
teks mantram Tri Sandhya, apakah karangan dari tokoh agama kita atau memang ada
di dalam kitab suci Weda? Seperti yang diketahui bahwa mantram Tri Sandhya yang
tersusun sdemikian rupa ini hanya ada di Indonesia, sedangkan di India tidak
ada. Dalam mantram Tri Sandhya (6 bait) yang banyak orang kenal adalah bait
pertama yaitu mantram Gayatri yang bersumber dari kitab suci Rg.Weda III.62.10.
Lalu, bagaimana dengan 5 bait yang lainnya? Seperti halnya bait pertama, bait
ke-2 sampai dengan bait ke-6 juga bersumber dari kitab suci Weda. Bait ke-2
bersumber dari Narayana Upanisad 2, bait ke-3 berasal dari Sivastava 3, dan
bait ke 4-6 adalah sama yaitu bersumber dari Ksamamahadevastuti 2-5. Mari kita
bahas satu persatu.
Puja Tri Sandhya merupakan ibu mantra dan
intisari dari seluruh mantra-mantra Weda yang mampu membawa umat manusia menuju
ke arah kehidupan yang harmonis (mokṣa). Mantra Puja Tri Sandhya merupakan
media yang paling sesuai digunakan pada zaman Kali, di mana manusia dalam waktu
hidup yang singkat harus berlomba dengan waktu demi memenuhi kebutuhan
jasmaninya sehingga manusia tak punya banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan
rohani seperti yang dilakukan oleh Mahārṣi terdahulu sebagai contoh melakukan
tapa yang cukup lama. Dalam sastra suci Weda disebutkan bahwa melakukan ‘Japa’
atau menyebut nama suci Tuhan berulang-ulang merupakan salah satu cara yang
paling baik untuk meningkatkan spritualitas seseorang di zaman Kali ini dan
dengan melakukan puja Tri Sandhya berarti Japa–pun
sudah kita lakukan.
Mantra Puja Tri Sandhya merupakan intisari dari
seluruh mantra-mantra suci Weda, hal ini dikarenakan mantra Puja Tri
Sandhya telah mencakup segala jenis aspek dan pujian kepada Brahman
atau Tuhan Yang Maha Esa dan di antaranya; 1. Dengan melakukan
Puja Tri Sandhya berarti kita telah melakukan Japa, karena kita
telah mengucapkan mantra suci ‘Om’ dalam setiap baitnya yang berarti
kita telah menyebut akṣara suci Tuhan secara berulang. Dimana
kata ‘Om’ memiliki arti ‘Brahman’. 2. Dengan
melakukan Puja Tri Sandhya berarti kita telah mengakui dan memuji
Keagungan Tuhan dalam bentuk pengucapan ‘mantra Gayatri’
yang terletak pada bait pertama. ‘Gayatri mantra’ adalah mantra yang
paling mulia di antara semua mantra. Ia adalah ibu mantra, dinyanyikan oleh
semua orang beragama Hindu waktu sembahyang. Mantra ini paling mulia karena :
One reason why the Gayatri is considered to be the most
representative prayer in the Vedas is that is capable of possesing “dhi”,
higher intelligence which brings him knowledge, material and transendental.
What the eye is to the body “dhi” or intelligence is to the mind. (The Call of Vedas, p. 108-109).
“Suatu
sebab mengapa gayatri dipandang dan yang mewakili segala di dalam Veda ialah
karena ia adalah doa untuk daya kekuatan yang dapat dimiliki orang ialah: “dhi”
yaitu kecerdasan yang tinggi yang memberikan padanya pengetahuan, materi dan
kemampuan mengatasi hal-hal keduniawian. Sebagai halnya mata bagi badan,
demikian “dhi” atau kecerdasan untuk pikiran.”
Bait
ke-1 :
Om om om
Oṁ bhūr
bhuvaḥ svaḥ
tat savitur vareṇyaṁ
bhargo devasya dhīmahi
dhiyo yo naḥ pracodayāt
Terjemahan:
Om Sang Hyang Widhi, kami menyembah kecemerlangan dan
kemahamuliaan Sang Hyang Widhi yang menguasai bumi, langit dan sorga, semoga
Sang Hyang Widhi menganugrahkan kecerdasan dan semangat pada pikiran kami.
Dengan
mengucapkan mantra ini berarti kita telah mengakui keagungan Tuhan yang telah
memberi manusia kecerdasan dan pengetahuan yang menjadikan manusia sebagai
makhluk yang paling beruntung, 3. Dengan melakukan Puja Tri
Sandhya berarti kita telah mengakui ‘Tuhan hanya satu dan merupakan
sumber dari segalanya’ dan beliau disebut ‘Narayana’. Hal ini
tercantum dalam bait kedua.
Bait
ke-2 :
Oṁ nārāyaṇa evedaṁ sarvaṁ
yad bhūtaṁ yac ca bhavyam
niṣkalaṅko nirañjano nirvikalpo
nirākhyātaḥ śuddho devo eko
nārāyaṇaḥ na dvitīyo ‘sti kaścit
Terjemahan:
Om Sang Hyang Widhi, semua yang ada berasal dari Sang Hyang
Widhi baik yang telah ada maupun yang akan ada, Sang Hyang Widhi bersifat gaib
tidak ternoda tidak terikat oleh perubahan, tidak dapat diungkapkan, suci, Sang
Hyang Widhi Maha Esa, tidak ada yang kedua.
Mantra
ini adalah salah satu dari suatu rangkaian mantra yang panjang disebut Catur
Veda Sirah (Empat Veda Kepala). Catur Veda Sirah ini
adalah salinan Nārāyaṇa Upaniṣad, sebuah Upaniṣad kecil. Di sini dinyatakan bahwa
Tuhan adalah segalanya yang luput dari segala noda. 4. Dengan
melakukan Puja Tri Sandhya berarti kita telah mengakui bahwa Tuhan
itu Maha Kuasa dan memiliki banyak manifestasi atau nama (visvarupam).
Hal ini tercantum dalam bait ketiga.
Bait
ke-3 :
Oṁ tvaṁ śivaḥ tvaṁ mahādevaḥ
īśvaraḥ parameśvaraḥ
brahmā viṣṇuśca rudraśca
puruṣaḥ parikīrtitāḥ
Terjemahan
Om Sang Hyang Widhi, Engkau disebut Siwa yang menganugrahkan
kerahayuan, Mahadewa (dewata tertinggi), Iswara (mahakuasa). Parameswara
(sebagai maha raja diraja), Brahma (pencipta alam semesta dan segala isinya),
Visnu (pemelihara alam semesta beserta isinya), Rudra (yang sangat menakutkan)
dan sebagai Purusa (kesadaran agung).
Aspek yang berikutnya, 5. Dengan melakukan Puja Tri Sandhya kita telah
mengakui kesalahan dan dosa yang telah kita perbuat.
Sehingga pada bait ini kita memohon perlindungan diri kepada Tuhan dan memohon
kesucian jiwa dan raga. Adapun bunyi bait keempat dari mantra Puja Tri Sandhya
sebagai berikut.
Bait
ke-4 :
Oṁ pāpo ‘haṁ pāpakarmāhaṁ
pāpātmā pāpasaṁbhavaḥ
trāhi māṁ puṇḍarīkākṣaḥ
sabāhyā bhyantaraḥ ‘śuciḥ
Terjemahan:
Om Sang Hyang Widhi, hamba ini papa, perbuatan hambapun
papa, kelahiran hamba papa, lindungilah hamba Sang Hyang Widhi, Sang Hyang
Widhi yang bermata indah bagaikan bunga teratai, sucikan jiwa dan raga hamba.
Pemuja
mengatakan dirinya serba hina serba kurang serba lemah. Hina kerjanya, hina
diri pribadinya, hina lahirnya. Karena itu ia mohon kepada Tuhan untuk
dilindungi dan dibersihkan dari segala noda. Tuhanlah pelindung tertinggi dan
Tuhanlah melimpahkan kesucian untuk dia yang setia mengamalkan ajaran-Nya.
Dalam mantra ini pemuja mengatakan pengakuannya bahwa ia adalah mahluk yang
lemah. 6. Dengan melakukan Puja Tri Sandhya berartikita telah
memohon pengampunan dosa kepada Tuhan. Dalam bait ini kita telah mengakui bahwa
Tuhan adalah Maha Pelindung dan Penyelamat yang akan
mengampuni seluruh dosa dalam wujud Beliau sebagai Sadā Śiwa. Adapun bunyi dari
bait ke-lima sebagai berikut.
Bait
ke-5 :
Oṁ kṣamasva maṁ mahādevaḥ
sarva prāṇi hitaṅkaraḥ
maṁ moca sarva pāpebhyaḥ
Pālayasva sadāśiva
Terjemahan:
Om Sang Hyang Widhi, ampunilah hamba, Sang Hyang Widhi yang
maha agung anugrahkan kesejahteraan kepada semua makhluk. Bebaskanlah hamba
dari segala dosa lindungilah hamba Om Sang hyang Widhi.
Dalam
mantram ini pemuja mengatakan pengakuannya bahwa ia adalah mahluk yang
lemah. 7. Dengan melakukan Puja Tri Sandhya berarti kita
telah memohon pengampunan dosa kepada Tuhan. Kita telah menyadari dan mengakui
segala jenis dosa yang telah kita perbuat, baik dosa perbuatan, perkataan, dan
pikiran. Berikut ini adalah mantra dari bait ke-enam Puja Tri Sandhya.
Bait
ke-6 :
Oṁ kṣantavyaḥ kāyiko doṣaḥ
kṣantavyo vāciko mama
kṣantavyo mānaso doṣaḥ
tat pramādāt kṣamasva mām
Terjemahan:
Om Sang Hyang Widhi, ampunilah dosa yang dilakukan oleh
badan hamba, ampunilah dosa yang keluar melalui kata kata hamba, ampunilah dosa
pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalaian hamba.
Dalam
bait ini disebutkan, apa saja dosa anggota badan, apa saja dosa kata-kata dan
apa saja dosa pikiran, pemuja memohon kepada Tuhan untuk diampuni. Manusia
tidak dapat bebas dari dosa karena ia diselubungi oleh khilaf dan lalai. Bila
seseorang dapat membersihkan diri dengan amal kebajikan maka kabut kekhilafan
yang menyelubungi sang diri akan menipis dan akan memancarkan cahaya kesucian
dari sang diri yang meng-antar seseorang ke alam kesadaran. Atas dasar ini
kelepasan akan lebih mudah diperoleh. Akhirnya setelah mengucapkan mantra
terakhir dari Puja Tri Sandhya pada bait ke-enam, pemuja lalu mengucapkan
mantra penutup, yang bertujuan untuk memperoleh kedamain (keharmonisan) setelah
mengucapkan keenam bait yang ada dengan penuh keyakinan dan konsentrasi. Mantra
penutup itu berbunyi:
Oṁ Śāntiḥ, Śāntiḥ, Śāntiḥ, Oṁ.
Terjemahan
:
Om Sang Hyang Widhi anugrahkanlah kedamaian (damai di hati),
kedamaian (damai di dunia), kedamaian selalu.
Dari
penjabaran tentang mantra Puja Tri Sandhya di atas dapat disimpulkan bahwa,
mantram Tri Sandhya merupakan ibu mantra intisari Weda. Karena dalam mantra ini
terdapat mantra Gayatri dan mencakup seluruh aspek. Mulai dari memuji
ke-Agungan Tuhan, mengakui bahwa Tuhan hanya satu, mengakui banyak manifestai
Tuhan, pengakuan akan dosa yang telah kita lakukan, Memohon perlindungan Tuhan
dan mempercayai bahwa Tuhan adalah pengampun seluruh dosa, dan lain-lain.
Bukankah ini semua merupakan seluruh dari intisari Weda? Ini adalah ibu mantra
yang paling praktis untuk dilakukan di zaman Kali, karena tidak membutuhkan
banyak waktu dalam pelaksanaannya. Kita tidak lagi harus melakukan pemujaan
hingga berjam-jam. Walaupun singkat dan praktis namun esensi dari ibu mantra
ini mencakup ‘Catur Weda’. Dengan demikian hanya dengan melakukan Puja
Tri Sandhya secara rutin sama halnya dengan kita membaca seluruh sloka-sloka suci
Weda guna menuju hidup yang harmonis. Ini membuktikan bahwa Puja Tri Sandhya
sangat sempurna, karena seluruh intisari Weda telah tertuang dalam ibu mantra
ini. Mantram Puja Tri Sandhya kemudian akan menjadi lebih sempurna lagi jika
diikuti dengan melakukan ‘Kramaning Sembah’.
2. Pengertian dan Sikap Tri Sandhya
Tri Sandhya adalah sembahyang yang wajib dilakukan oleh
setiap umat Hindu tiga kali dalam sehari. Sembahyang rutin ini diamanatkan
dalam kitab suci Weda dan sudah dilaksanakan sejak ribuan tahun yang lalu. Bila
kita tidak tekun melaksanakan Tri Sandhya berarti kita tidak secara
sungguh-sungguh mengamalkan ajaran yang terkandung dalam kitab suci Weda.
Banyak hambatan yang dialami mengapa seseorang tidak tekun melaksanakan puja
atau sembahyang Tri Sandhya, beberapa hambatan tersebut di antaranya: karena
kurang memahami makna yang terkandung dalam melaksanakan puja Tri Sandhya,
karena enggan, sebab belum dibiasakan (abhyasa), bahasanya tidak atau
kurang dipahami dan sebagainya.
Untuk mengatasi berbagai hambatan tersebut di atas,
pertama-tama tumbuhkan tekad bahwa kita mampu untuk melaksanakan hal itu.
Selanjutnya pelajari dan hafalkan tiap-tiap kata dalam mantram yang digunakan
dalam Tri Sandhya. Usaha lainnya adalah dalami maknanya seperti telah kami ungkapkan
di atas, mantra Tri Sandhya, khususnya mantram Gayatri, di samping fungsi
utamanya sebagai stava, stotra atau puja, maka fungsinya sebagai kawaca
dan panjara mendorong kita untuk menuju keselamatan jiwa dan raga.
Sebagai dimaklumi, di dalam mantram-mantram yang digunakan untuk puja Tri
Sandhya, terdapat sebuah mantram yang sangat disucikan oleh umat Hindu, yakni
mantram Gayatri, mantram pertama dari 6 bait mantram Tri Sandhya dan seperti
diamanatkan dalam kitab Atharvaveda, mantram Gayatri atau Gayatri mantram
adalah Vedamata, ibu dari semua mantram Weda yang dapat memberikan
perlindungan, keselamatan, kegembiraan dan kebahagiaan.
Penelitian ilmiah di Madras (India) maupun di Amerika
menunjukkan bahwa orang yang tekun mengucapkan Gayatri mantram, butir-butir
darah butih dan merahnya semakin segar dan bertambah jumlahnya. Mantram ini
dapat digunakkan sebagai mantram Japa, yakni diulang-ulang beberapa kali dengan
khusuk untuk permohonan tertentu.
Bagaimana
sikap kita dalam melaksanakan Tri Sandhya? Pertanyaan ini sering muncul di
kalangan umat yang masih awam. Demikian pula bila seorang dalam keadaan cuntaka
(karena kematian dan sebagainya) termasuk pula seorang wanita yang setiap
bulan berhalangan (menstruasi) apakah boleh melaksanakan Tri Sandhya?
Sampai saat ini masih terjadi kesimpangan siuran, terutama
sikap tangan dikalangan umat dalam melaksanakan puja Tri Sandhya. Ada yang
mencakupkan tangan seperti mengucapkan panganjali (salam
pertemuan/mulai persidangan), ada yang melakukannya dengan sikap tangan dewapratistha
(seperti seorang pandita memegang dupa atau bunga) dan ada juga yang amustikarana,
yakni sikap tangan kanan mengepal ditutup dengan jari-jari tangan kiri dan
kedua ibu jari bertemu ditempatkan menempel di depan dada. Berdasarkan ketetapan
Pesamuan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia tahun 1990, maka sikap tangan
yang digunakan untuk melaksanakan puja Tri Sandhya adalah sikap tangan yang
terakhir di atas, yakni amustikarana. Dengan demikian kerancuan
penggunaan sikap tangan, berangsur-angsur telah mulai menampakkan keseragaman.
Di samping sikap tangan, sikap lainnya adalah badan dan
tulang punggung diusahakan selalu tegak. Dalam keadaan tidur terlentang,
misalnya dalam keadaan sakit, diusahakan pula posisi tulang punggung tetap
datar di atas tempat terlentang. Sikap tangan juga diusahakan amusti-karana seperti
tersebut di atas. Hal yang patut selalu diingat adalah dalam melaksanakan puja
Tri Sandhya maupun sembahyang adalah sikap bathin, yakni penuh dengan sraddha,
keyakinan yang mantap dilandasi dengan ketulusan hati, sesuai dengan makna
bhakti seperti telah diuraikan pada bagian awal tulisan ini. Setiap
melaksanakan puja Tri Sandhya atau sembahyang, hendaknya selalu didahului
dengan asucilaksana, yakni menyucikan diri dan berpakaian yang bersih
dan wajar dipakai untuk sembahyang.
Selanjutnya dalam keadaan cuntaka, termasuk pula
seorang wanita dalam keadaan berhalangan, sebaiknya tidak melaksanakan puja Tri
Sandhya, persembahyangan atau mengucapkan mantra-mantra sebagai doa, namun
cukup memanjatkan doa dalam bahasa hati dan tidak dibenarkan mengunjungi
tempat-tempat pemujaan atau yang dipandang suci selama dalam keadaan cuntaka.
Mengakhiri masa cuntaka hendaknya selalu diikuti dengan “mandi besar” (mandi
dan berkeramas), seperti setelah suami-istri melakukan tugas memenuhi kepuasan
seksual. Setelah mandi besar, kemudian dilanjutkan dengan sembahyang dan
memohon air suci (tirtha).
Sumber : Titib, I Made. 2003. Tri Sandhya, Sembahyang dan
Berdoa. Surabaya-Paramita.
Sumber:https://pandejuliana.wordpress.com/2012/11/24/puja-tri-sandhya-sumber-teks-terjemahan-dan-pemahamannya/
trimakasih infonya
BalasHapus